Posts

Ini Dia 5 Tips Terbang Cepat dari YIA

Image
Sesekali pingin bikin judul yang clickbait ah. Iseng aja dan pingin tau seberapa penting judul itu bisa merayu pembaca melanjutkan keponya hingga mau menuntaskan bacaannya.   Tadi malam pukul 20.30 saya memencet nomor ekstension resepsionis hotel Grand Mercure Jogyakarta, untuk mengabarkan terkait morning call. Saya minta dibangunkan sebelum shubuh. Estimasi dari hotel menuju Bandar YAI di Kulon Progo akan memakan waktu sekitar 1.5 jam (cek Google map ya, beda waktu beda durasi, bisa jadi karena macet dan lain hal)   Sebuah kesalahan fatal saya lakukan. Saya lupa memesan sarapan take away sehingga ketika saya check out saya tidak dapat fasilitas tersebut. Kalaupun saya ingin komplain bisa saja. Pertama si petugas resepsionis malam yang berjaga tidak menawarkannya. Bukannya itu SOP?   Yang kedua, bisa saja ketika paginya saya tanya apakah saya masih bisa mendapatkan sarapan, si resepsionis bisa saja basa-basi untuk telpon ke dapur terlebih dahulu sebelum menyalahkan saya yang tidak pesa

Asri Bersama? Ngapain?

Image
Semangat Umi untuk merawat tanaman di rumah sepertinya naik turun. Apalagi kalau jadwal gowesnya padat merayap. Beberapa bunga andalan terpaksa hanya menerima siraman rutin saja. Tak ada sentuhan, tak ada belaian, sesekali Umi masih menyempatkan menyingkirkan beberapa helai daun jatuh yang sudah mulai membusuk.    Hanya itu. Saya tak berani menegur, biarkan Umi menyadarinya sendiri. Kita sudah membahas ini berkali-kali, sejak pertama kali ide memelihara bunga dilontarkan. Menjaga perasaan jauh lebih penting dibanding bunga. Lebay!    Kok umi jadi malas? Benar-benar tak punya waktu kah? Bukannya itu hobbynya umi? Apakah memelihara bunga sudah tidak menjadi trending lagi? Atau apakah karena pandemi sudah melandai?   Kemaren untuk yang kesekian kalinya saya bertugas ke Pontianak. Perjalanan ini menjadi istimewa bukan karena saya berkesempatan mendampingi mas Wahyu Yulianto Kepala BPS Provinsi Kalimantan Barat bertemu dengan Gubernur melainkan saya melihat kantor provinsi berubah semakin a

Tips Menjadi Kaya ala Wahyudi

Image
Namanya Wahyudi, anak Bandung asli seorang cleaning service di kereta Argo Parahiyangan, Gambir-Bandung. Percakapan saya bermula ketika kereta singgah di stasiun Bekasi. Saya sedang menunggu seorang teman yang akan ikut ke Bandung. Wahyudi berdiri di peron, saya di perbatasan gerbong. Saya praktekkan salah satu tips menulis ala Tere Liye. Perbanyak traveling. Perbanyak teman. Mulailah sebuah percakapan, biarkan mengalir, ambil manfaat yang muncul, sekecil apapun, lalu tulislah.   Sebelum Wahyudi bekerja di KAI, dia membantu ibunya berjualan serabi. Jika sedang beruntung sehari bisa dapat 150 ribu. Week end bisa 200 ribu. Lumayan pak katanya. Jam bekerjanya juga tak lama.    Setelah sholat Shubuh hingga pukul delapan, dagangan orangtuanya sudah ludes oleh pembeli. Hadist Nabi yang menyuruh manusia bertebaran setelah Shubuh benar-benar dipraktekkan dengan baik oleh orang tuanya.   Wahyudi baru bekerja lagi setelah enam bulan belakangan dirumahkan. Pandemi memaksa dia diberhentikan sement

Jeratan Senyum Kebaikan Anton

Image
Seorang teknisi sebuah hotel di Yogyakarta bernama Anton memberi saya banyak pelajaran hidup. Tubuhnya boleh terlihat kurus, tapi gesitnya minta ampun. Seperti kebanyakan orang Jogya yang baiknya juga nggak ketulungan, Anton jauh lebih baik, setidaknya menurut saya.   Selasa, 20 Oktober ketika saya mendarat di bandara Adi Sucipto, seorang sahabat baik menjemput kami. Selepas bertemu pak Ryan Kepala BPS Yogyakarta yang kreatifitas seninya di atas rata-rata air, kami melimpir ke ballroom hotel Grand Mercure untuk pengecekan ruangan. Di sinilah nanti acara Rakor BPS-FORSTAT-ISI akan berlangsung.   Sebagai penanggung jawab acara tentu tim humas harus mengecek persiapan sedetail mungkin. Panjang kali lebar stage, LED, ruangan VIP hingga akses ke toilet harus dipastikan semuanya. Jangan sampai ketika peserta nanya, panitia bingung. Hal simple tapi berpotensi mengganggu stempel sebagai penyelenggara sukses. Lebay deh.   Anton dengan ramah, santun dan bersemangat menjelaskan setiap sudut ballr

Wak Kosim, Bumbu Cinta Seorang Chef

Image
Bukan karena ditraktir makan, terus saya harus posting cerita ini. Bukan, bukan karena itu. Yuk disimak. Di sebuah malam, selepas Magrib berjemaah seorang sahabat mengajak makan di Warung Wak Kosim miliknya. Bukan sekali dua kali beliau begitu tapi sering. Cuma waktu saja kadang tidak berpihak. Nah, di malam itu saya dan beberapa jemaah yang mendapat rezeki.   Usai Isya, kami bergerak ke arah Parung Bingung, tempat kejadian perkara. Warungnya sederhana dan baru saja di renovasi. Oh ya, saya termasuk orang yang susah diminta pendapat soal rasa makanan. Jawaban saya cuma enak dan enak sekali. Beberapa pilihan menu ditawarkan. Ada nasi uduk, nasi biasa dengan ikan asin, bakar, goren hingga tahu tempe serta sambelnya yang luar biasa. Saya memilih nasi goreng kambing. Entah, karena ditanya sang pemilik, saya mulai merasakan pelan-pelan sensasinya.   Seperti narasi saya di awal cerita ini, bukan karena gratis, juga bukan karena harus ada kewajiban menjadi endorser saya benar-benar merasakan

Kembali WFO setelah Isoman 20 Hari (Part 4 - Tamat)

Image
Ternyata berita kepulangan saya ke rumah tidak mendapat respon positif dari orang-orang di rumah. Tak ada teriakan histeris. Apa pasal? Saya sempat sedikit ketus bicara di telpon dengan dek Saffa. "Kalian enggak senang ya Abi pulang?" Bukan begitu Bi, kami cuma lagi bingung saja bagaimana cara menjemput Abi.    Abang Alif kan lagi batuk juga. Saffa mencoba mengalihkan kekecewaan saya. Tekad membara yang ada di dada untuk meninggalkan RS mengalahkan logika berfikir. Sensitivitas berkurang. Saya tak curiga sedikitpun kalau abang Alif batuk itu tandanya dia lagi sakit! Positif Covid-19 kah? Sempat terbersit, tapi keputusan dokter membolehkan pulang di hari Lebaran Haji itu mengalahkan perasaan khawatir itu.   Ada tujuh tas dan kantong yang harus saya bawa pulang. Tiga kantong berisi stock pampers. Ada stock air mineral, susu kotak, pakaian kotor dan bersih serta peralatan teko dan makanan kecil. Ada juga sendok, pisau, gunting kuku, gunting, peralatan mandi, kabel, hingga kanton

Dua Strategi Agar Bisa Pulang Cepat dari RS (Part 3)

Image
Tujuh hari menjelang Hari Raya Idul Adha (20 Juli) saya merubah strategi. Jika ingin pulang, saya harus melatih diri hidup tanpa bantuan tabung oksigen. Ini tidak mudah. Ketika selang dilepas, nggak butuh waktu lama saturasi langsung turun, sesak menyerang, badan lemas, mata berkunang-kunang. Secara bertahap saya menurunkan tekanan regulator pada angka 12 liter oksigen per menit. Biasanya di angka 15. Dan secara berkala saya turunkan lagi hingga angka 10. Artinya pasokan oksigen secara perlahan mulai berkurang.   Semangat untuk pulang bukan hanya karena gangguan mental akibat menyaksikan teman sekamar wafat, melainkan saya mulai merasakan badan semakin ringan. Perawat yang biasanya gampang menemukan urat nadi untuk memasang infus sekarang semakin susah. Lengan saya semakin kurus. Pipi juga terlihat tirus. Paha mengecil. Pantat mulai terasa tepos. Tak bisa lagi duduk terlalu lama, sesekali harus dimiringkan. Saya butuh makan enak! Saya butuh karbo, saya butuh lemak.   Apakah menu di RS

16 hari yang menegangkan, hari ke 5 paling menakutkan (part 2)

Image
4 Juli pukul 20:00 malam. Tanpa kasur apalagi kamar, saya tetap bersyukur bisa masuk IGD, karena sebagian pasien ada yang cuma bisa duduk di kursi roda. Ruangan IGD itu bisa menampung tujuh orang pasien. Empat orang termasuk saya bisa menikmati bed plastik tanpa kasur. Dua orang duduk di kursi roda. Satu pasien lagi bahkan membawa tempat tidur portable dari rumah.   Satu-satunya kemewahan di ruangan IGD adalah saluran oksigen yang tak henti mengalir. Nggak kebayang kalau harus isoman di rumah karena satu tabung oksigen biasanya cuma bertahan satu jam saja. Harus diisi ulang. Dalam suasana darurat Covid-19 di seluruh negeri tidak mudah mendapatkan oksigen walau dengan harga berkali lipat. Uang seperti tak ada nilainya.   Malam pertama saya lalui dengan begadang. Beberapa kali mencoba tidur, mata tetap saja terjaga. Lalu lalang perawat membawa pasien, ditambah tingkah para pasien yang meringis minta pertolongan perawat membuat mata melek. Menjelang shubuh baru bisa terlelap. Itupun tak l

Sebuah Cerita Pengingat Diri (part 1)

Image
Sabtu, 4 September kemaren adalah penanda 60 hari saya masuk RS untuk pertama kalinya seumur hidup. Saya perlu mengingat momen tersebut agar menjadi pembelajaran kehidupan. Tugas manusia itu berikhtiar. Takdir Allah yang menentukan. Inilah kisah saya ketika terkena Covid-19. Setelah ditolak sebuah RS di kawasan Depok karena tak ada kamar, abang Alif terpaksa membawa saya pulang. Dengan selang terpasang di hidung saya mulai merasakan betapa sengsaranya hidup tanpa bisa menghirup oksigen dengan bebas. Pernah melihat ikan menggelepar di pasar? Mulutnya mangap mencari air. Nah begitulah ketika sesak napas mendera. Penyesalan selalu datang terlambat. Walau bathin coba menyangkal, saya harus mengakui, setelah divaksinasi awal April lalu saya merasa sedikit jumawa. Saya merasa kebal virus. Protokol kesehatan masih ketat dijalankan, tapi saya lupa menyeimbangkan pola istirahat dan makan.   Dengan alasan menikmati pekerjaan yang ada, saya melahap semua menu yang tersedia. Kerja hingga larut mal

Menjaga Hati Pelanggan Tanpa Diskon

Image
Waktu sudah menunjukkan pukul 22:15 ketika sebuah motor berhenti di depan rumah. Tak lama terdengar ucapan salam dari seseorang pria. Umi langsung merespon dan bergegas membuka pintu. Saya mengawasi dari belakang, memastikan keselamatan Umi. Lebay dah. Ternyata yang datang anak buah toko kelontong langganan dekat rumah. Saya berbalik masuk kamar, bersiap istirahat. Nanti malam adalah malam ganjil untuk I'tiqaf. Berselang satu menit, si Umi menyusul masuk seraya berseru senang. Umi dapat THR! Lha, dari siapa bathin saya? Perusahaan mana yang malam-malam baru mengirim THR-nya. Si pemilik toko kelontong mengirim parsel berisi gula, tepung, dan sekotak teh. Umi menyebutnya itu THR. Alamak jang.   Menjaga hati pelanggan merupakan sebuah strategi marketing sederhana yang bisa dipraktekkan setiap pengusaha termasuk UMKM. Menjerat hati pembeli bisa dengan memberikan diskon, antar ke alamat, mengratiskan parkir, memberi bonus hingga mengambil untung yang wajar. Bisa juga dengan memberikan i