Tips Menjadi Kaya ala Wahyudi

Namanya Wahyudi, anak Bandung asli seorang cleaning service di kereta Argo Parahiyangan, Gambir-Bandung. Percakapan saya bermula ketika kereta singgah di stasiun Bekasi. Saya sedang menunggu seorang teman yang akan ikut ke Bandung. Wahyudi berdiri di peron, saya di perbatasan gerbong.
Saya praktekkan salah satu tips menulis ala Tere Liye. Perbanyak traveling. Perbanyak teman. Mulailah sebuah percakapan, biarkan mengalir, ambil manfaat yang muncul, sekecil apapun, lalu tulislah.
 
Sebelum Wahyudi bekerja di KAI, dia membantu ibunya berjualan serabi. Jika sedang beruntung sehari bisa dapat 150 ribu. Week end bisa 200 ribu. Lumayan pak katanya. Jam bekerjanya juga tak lama. 
 
Setelah sholat Shubuh hingga pukul delapan, dagangan orangtuanya sudah ludes oleh pembeli. Hadist Nabi yang menyuruh manusia bertebaran setelah Shubuh benar-benar dipraktekkan dengan baik oleh orang tuanya.
 
Wahyudi baru bekerja lagi setelah enam bulan belakangan dirumahkan. Pandemi memaksa dia diberhentikan sementara. Dia memang pegawai lepas harian. Sehari dia mengantongi upah seratus ribu, tanpa makan siang. Kalau malam dia menginap di sebuah mess di daerah Jakarta Kota. Untung gratis.
 
Yang membuat percakapan menarik adalah, Wahyudi begitu antusias bercerita. Matanya berbinar ketika kepo saya mulai memuncak. Apa gerangan yang membuat anak muda lulusan STM jurusan teknik mesin ini mau menjadi cleaning service di dalam kereta yang berjalan mondar mandir Jakarta - Bandung?
 
Jujur pak, saya suka sekali naik kereta, entah kenapa, katanya. Tak ada rasa sedih, tak ada gurat kekecewaan. Senyum tak lepas dari bibirnya. Apa sich sensasinya mas? selidik saya gemas. Kami ngobrol di sambungan gerbong, di depan toilet.
 
Bak seorang motivator ulang saya memberi kuliah singkat. Mas, suka nonton youtube nggak? Belum sempat menjawab saya sudah nyerocos lagi. Gini mas, mas harus bisa dan rajin bikin konten. 
 
Cerita aja pengalaman mas bolak balik Jakarta Bandung dengan kereta. Kisahkan apa saja aktivitas sebelum berangkat ke stasiun. Gimana rasanya tinggal di mess gratis. Shoot pemandangan indah sepanjang perjalanan. Ngomong aja hal-hal receh. Penonton indonesia suka kok.
 
Wahyudi hanya tersenyum. Tak ada komentar keluar dari mulutnya. Saya terus cerita soal begitu gampangnya para youtuber mendapat cuan dari konten-konten receh. Mereka seolah punya mesin ATM sendiri. Dengan endorse bejibun uang datang dan mengalir deras.
 
Capek memberi kuliah singkat, saya berhenti bicara. Sekali lagi Wahyudi hanya tersenyum. "Saya senang mendengar cerita bapak, tapi dunia saya di sini pak. Saya suka naik kereta. Dah gitu aja pak," tuturnya. Saya belum kepikiran kerja yang lainnya. Senyum Wahyudi masih seperti tadi. Senyum yang jujur dan ikhlas.
 
Saya termangu, saya tak bisa berucap lagi. Tak semua orang hidup dengan tujuan mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya. Bagi Wahyudi hidup itu simple saja. Bisa naik kereta setiap hari, dibayar, itu adalah sebuah kemewahan. 
 
Bekerja sesuai passion adalah impian semua orang. Wahyudi telah menemukan impiannya. Terus ngapain saya capek memaksa dia bekerja untuk mendapatkan uang lebih, padahal dia tak memerlukan itu? Entahlah. 
 

 

Comments

Popular posts from this blog

Ini Dia 5 Tips Terbang Cepat dari YIA

Membumikan Statcap Cerdas

Baladewa Harus Ikutan Sensus