Jeratan Senyum Kebaikan Anton
Seorang teknisi sebuah hotel di Yogyakarta bernama Anton memberi saya banyak pelajaran hidup. Tubuhnya boleh terlihat kurus, tapi gesitnya minta ampun. Seperti kebanyakan orang Jogya yang baiknya juga nggak ketulungan, Anton jauh lebih baik, setidaknya menurut saya.
Selasa, 20 Oktober ketika saya mendarat di bandara Adi Sucipto, seorang sahabat baik menjemput kami. Selepas bertemu pak Ryan Kepala BPS Yogyakarta yang kreatifitas seninya di atas rata-rata air, kami melimpir ke ballroom hotel Grand Mercure untuk pengecekan ruangan. Di sinilah nanti acara Rakor BPS-FORSTAT-ISI akan berlangsung.
Sebagai penanggung jawab acara tentu tim humas harus mengecek persiapan sedetail mungkin. Panjang kali lebar stage, LED, ruangan VIP hingga akses ke toilet harus dipastikan semuanya. Jangan sampai ketika peserta nanya, panitia bingung. Hal simple tapi berpotensi mengganggu stempel sebagai penyelenggara sukses. Lebay deh.
Anton dengan ramah, santun dan bersemangat menjelaskan setiap sudut ballroom. Pengalamannya selama 29 tahun menjadi jaminan bahwa beliaulah tempat bertanya yang paling pas. Sampai di sini saya masih merasa biasa.
Maklum, sebagai tim acara kami sudah terbiasa berhadapan dengan sosok seperti Anton dan kawan-kawan. Supporting unit yang sering terlupakan ketika acara berjalan sukses. Tapi menjadi kambing hitam ketika acara berantakan.
Aksi kebaikan Anton mulai terlihat dari begitu banyak permintaan saya yang di luar kontrak dilayani dengan baik.
Contoh sederhana saja, ketika kami harus menyiapkan ruangan VIP untuk menonton acara anugerah dari Komisi Informasi Publik (KIP) kepada BPS selaku KL dengan predikat Informatif, Anton dengan senang hati menyiapkan tiga gelas kopi panas beserta snack untuk kepala BPS dan jajaran eselon 1. Padahal beliau seorang teknisi.
Rentang kendali pengaruh Anton luar biasa. Ketika saya butuh tambahan kursi, kabel power tambahan untuk ruangan test PCR dan sekretariat Anton cs bergerak cepat memenuhi semua permintaan. Ingat, tanpa keluhan dan selalu penuh senyum.
Ah biasa saja kok! Tipikal orang Jawa apalagi Jogya kan memang begitu? Oke, kita sepakat. Tapi bayangkan ketika saya salah order meminta empat rangkaian meja di atas panggung lalu meja yang sudah rapih itu harus dibongkar lagi karena mesti dipisah menjadi 4 bagian, hanya orang yang penuh dedikasi tinggi yang mau melakukannya dengan penuh senyum. Ingat ya, senyum. Simple tapi mahal bagi orang yang suka mengeluh.
Peristiwa salah order di atas menjadi tidak masalah jika waktu yang tersisa masih longgar. Dengan waktu mepet dan harus menata ulang Anton melakukan tugasnya secara profesional. Bukti bahwa dia mengerjakan tugasnya dengan senang adalah dua lagu yang kami nyanyikan ketika masih ada waktu tersisa untuk check sound sistem.
Suara cempereng saya ditutup Anton dengan tarikan vokalnya yang nyaring. Tak ada gerutuan, tak ada kemarahan, tak ada sedu sedan itu. Sayang saja, tak ada peserta rapat yang menonton, jadi tak ada bukti tayang.
Bisa jadi perjalanan panjang karirnya telah menata dirinya menjadi seorang yang terlatih dan matang. Tapi saya melihat dari sisi lain. Kebaikan yang terlihat secara kasat mata akan terlihat canggung jika tidak berasal dari kebaikan dari dalam hati.
Emang saya tau sedalam itu? Tidak juga, saya hanya bisa merasakan lewat perasaan saya. Ini orang baik banget dah, ya udah gitu aja.
Comments
Post a Comment