Balada Baron Van Baskom


Baron Van Baskom, cowok satu ini asli orang Sumatera Utara. Hanya karena keganjenannya ia sering mengaku keturunan Indo. Entah Indo dari mana? Bisa jadi ia blasteran Ibu Tarutung Bapak Citayam. 

Buat teman-teman satu Direktorat, Baron termasuk sosok yang cukup disegani karena dia produk lama. Ibarat ilmu klenik Baron termasuk juru kunci (kuncen) bahkan ada yang ekstrim menyebut Baron sebagai jin penunggu Direktorat itu.

Usia Baron sebetulnya tidak tua-tua amat, masih terbilang muda lah, hanya wajahnya memang terlihat boros. Tipe wajah yang membingungkan? 

Antara ke ganteng nggak tapi ke jelek juga nggak, parahnya ke sedang-sedang saja juga nggak. Simpelnya saya kasih visualisasi, Baron itu perpaduan antara Azis Gagap dan Sule, tipikal wajah yang eksotis kan?

Baron juga terkenal di Direktorat dan teman-teman seperjuangannya jika ia adalah spesialis Instruktur lokal (Inlok). Maksudnya hanya mengajar atau menjadi Instruktur di kegiatan Direktoratnya saja. 

Baron belum pernah secuilpun mencicipi menjadi Innas pada kegiatan besar yang diadakan BPS. Baik Sensus Penduduk tahun 2000 kemarin, Sensus Pertanian maupun Sensus Ekonomi. Alasan Baron, gue sibuk banget coy, kerjaan gue banyak banget!! 

Teman-teman nongkrongnya di kantin texas sering mengolok-olok dengan menjuluki Baron macan kertas, atau jagoan kampung! Panas betul hati Baron jika mengingat olok-olok teman-temannya itu. 

Dalam hati kecilnya ia bertekad akan menunjukkan siapa Baron sebenarnya, “Pantang buat gue dilecehin!!” tekadnya dalam hati.

Di tahun 2010 saat acara besar Sensus Penduduk digelar. Baron sudah ancang-ancang untuk membuktikan ke teman-temannya jika dia mampu menjadi Innas SP2010. “Dendam kesumat gue sama temen-temen mau gue tuntasin di SP2010 ini!” begitu sumpah Palapa Baron berkumandang di seantero Direktorat dan seantero kantin Texas. 

Dahsyat memang, mungkin jika Baron kelak nantinya menjadi Kepala BPS entah di tahun berapa? Mungkin sumpahnya itu akan menjadi sejarah lahirnya seorang Innas cikal bakal Kepala BPS. 

Dan kantin pun akan dirubah Baron, bukan lagi bernama kantin Texas tapi kantin sumpah Kepala BPS...*Huh, malah jadi mual ngebayanginnya, amit-amit jabang bayi, jangan sampe deh.

Teman-teman Baron kaget juga ketika mereka tahu Baron mendaftar menjadi Innas Sensus Penduduk 2010. “Gila lo Ron nekad banget, emang elu bisa? Gue koq ngga yakin sih??” sahut beberapa orang temannya, mereka bukan setengah tak percaya dengan mendaftarnya Baron tapi lebih ke penuh tak percaya. 

Masalahnya begini Ron, kata salah satu temannya, “kalo elo sampe ngga lulus kita juga jadi ikutan malu nih?” seloroh mereka. “Jangan-jangan nanti kalo ada kegiatan besar kaya gini lagi kita kalo daftar takutnya ditanya kamu temennya Baron ya? Malah ditolak gimana Ron?” 

Diledek begitu Baron cuma menggerutu, bathin kecilnya semakin bergejolak menahan emosi, “Elo liatin aje nanti ye! Sekarang elo puas2in deh ngledek gue, tunggu tanggal mainnya!!!!”

Makin bulat sudah tekad baron untuk menjadi Innas SP2010, kalau perlu gue harus masuk 10 besar biar bisa milih lokasi. Baron yakin akan lolos menjadi Innas SP2010 karena Bonie karibnya menjadi panitia dihajatan besar tersebut. Jadi dengan sedikit KKN maka lancar lah urusan untuk menjadi Instruktur Nasional, begitu pikir Baron. 

Tibalah saat pelatihan yang berlangsung seminggu penuh. Disini Baron mulai terkaget-kaget setelah mengetahui materi yang diajarkan. “Koq beda ya ama Inlok sih?” Soalnya kalo Inlok, materinya itu ke itu saja, jadi Baron sudah hafal luar dalam. 

Bahkan tanpa melihat kuesionerpun Baron sudah tahu blok berapa rincian berapa. Apalagi yang diajarnya koleganya juga, tahu sama tahu lah. Di pelatihan itu Baron lebih banyak menggigit-gigit ballpoint ketimbang mencerna materi yang diajarkan, ia betul-betul bingung.

Tapi bukan Baron namanya jika tantangan seperti ini tak bisa dilalui. Lewat pergaulan dan koneksinya yang luas diantara peserta dan panitia, Baron mulai melancarkan strateginya, tempel peserta yang lumayan pintar! Dan dengan sedikit lobbying ke panitia Baron berhasil memperoleh posisi ujian di barisan paling belakang, dengan harapan agar leluasa mencontek. 

Malangnya, saat ujian ternyata open book Baron pun kecewa berat. Kertas contekan yang sudah dia rancang semalaman sepanjang satu gulung kertas tissue toilet, sia-sia dia lilitkan di kakinya.

Sebelum pengumuman hasil, Baron sibuk melobby panitia untuk mendapatkan provinsi yang diinginkannya. Sudah lama cita-cita Baron ingin mengajak isteri tercintanya jalan-jalan ke Bali. 

Sekalian honey moon, pikirnya. Kapan lagi liburan dibiayai uang Negara, maksudnya bukan korupsi, minimal yang bayar kan cuma isteri, sedangkan Baron gratis, begitu jelas Baron. 

Berkali-kali Baron melobby tetapi titik terang belum juga berpihak kepadanya. Bonie, temannya yang menjadi panitia pun belum bisa menjanjikan apa-apa. “Bon, elo jangan lupa ye, gue minta ke Bali, loe kan tau seumur-umur bini gue belum pernah ke sana, tolong ya Bon” kejar Baron. 

Maklum Baron termasuk pengantin baru. Mendapat telpon dan sms 5 kali sehari sebenarnya membuat Bonie lumayan kesal juga. Minum obat aja cuma 3 kali sehari, ini kok nelpon lebih dari minum obat, bathin Boni. 

Tapi disatu sisi Bonie merasa iba dengan usaha temannya itu, “Kasihan juga temen gue, kayanya harga diri, rumah kontrakkan, hutang Koperasi, motor kreditan dan martabatnya benar-benar dipertaruhkan disini!”.

Yakin lobbynya ke Bonie berhasil, Baron mulai ancang-ancang pinjam uang ke Koperasi. Baron khawatir, ada issue bahwa transport Innas hanya akan dibayar setengahnya dulu, sisanya dibayar setelah pulang dari daerah. 

“Wah, bisa malu nih sama ayang (panggilan ke isteri tercinta) kalau nggak bawa duit banyak, malu kan kalau di Bali setiap hari cuma nongkrong dipinggir pantai tanpa belanja ke pasar Sukowati” kata Baron. Alhasil setelah telpon ke Koperasi dan mendapat sinyal positif dari manajer koperasi legalah hati Baron. 

Sms untuk isterinya segera melayang, “Ayang, besok di Bali kamu mau beli apa aja tinggal tunjuk ya!” Pikir isterinya saat membaca sms dari Baron, “laki gue lama-lama lagu-laguannya jadi kaya raja minyak? Walaupun cuma minyak gosok!” 

Malam itu Baron tidur sambil tersenyum, mimpinya kali ini sedang berjemur di pantai Kuta ditemani isteri tercinta. Sementara bule-bule berbikini ria menari-nari mengelilinginya, dunia betul-betul milik Baron malam itu.

Malam penutupan pelatihan adalah saat yang paling ditunggu-tunggu. Tidak sedikitpun firasat jelek hinggap di pikiran Baron. Yang selalu terbayang hanya Bali dan Bali saja. Short message services (sms) terakhir dikirim ke sang isteri, “Ayang, siap-siap ya, jangan lupa celana Hawaii papah yang Ayang beliin, jangan sampai ketinggalan…”

Setelah acara seremonial, sambutan dan lainnya, akhirnya dibacakanlah nama 5 peserta terbaik dan dilanjutkan dengan pemberian hadiah. Dari 150 pegawai yang mengikuti pelatihan hanya 3 orang yang tidak lulus. Sialnya satu diantara 3 orang tersebut adalah Baron. 

Mendengar namanya disebut sebagai peserta yang tidak lulus, dunia Baron terasa gelap. Beribu kunang-kunang menari di atas kepalanya. Mendadak Bali dan gelar Instruktur Nasional melayang melambaikan tangan pergi dari pikirannya, pandangannya mendadak gelap. 

Malam itu beberapa orang panitia dan peserta menggotong Baron ke kamarnya. Untungnya, tanpa harus dilakukan nafas buatan Baron akhirnya siuman dan lima menit kemudian kembali tertidur walaupun sesekali terdengar isak tangisnya. 

Baron mungkin sedih memikirkan apa yang harus diceritakan ke sang isteri, jika jalan-jalan ke Balinya batal. Belum lagi ejekan teman-temannya nanti di kantin Texas. Ratap Baron dalam tidurnya, yaaahh batal ke Bali, masa ke Ancol lagi…Ancol lagi…hiks hiks!

(Terbit di Majalah Korpri Interaktif Edisi Mei 2010, dipercantik dan diperlucu oleh Mas Aank)

Comments

Popular posts from this blog

Ini Dia 5 Tips Terbang Cepat dari YIA

Membumikan Statcap Cerdas

Baladewa Harus Ikutan Sensus